Kamis, 14 Mei 2015

Khalid bin al-Walid (Bagian 1)

“Ya Allah, ampunilah dosa Khalid bin al-Walid yang telah lalu karena telah menghalangi manusia dari jalan-Mu.”
(Di antara doa Nabi ﷺ kepada Khalid)

* * * * *


Kisah perjalanan hidup Khalid bin al-Walid begitu sempurna lagi penuh ketinggian dan keluhuran. Lembaran perjalanannya dibuka dengan kisah keberanian dan kepahlawanan. Kemudian lembar itu ditutup dengan kisah keimanan dan kejantanan.


Khalid berasal dari Makhzum. Makhzum sendiri termasuk dari kabilah yang memiliki martabat dan kedudukan tinggi di sisi Quraisy. Sehingga Khalid bin al-Walid tumbuh dan berkembang di tengah-tengah rumah yang memiliki garis keturunan bangsawan dan memiliki kedudukan paling mulia. Bahkan ia tumbuh di tengah-tengah keluarga yang memiliki harta dan penghasilan paling banyak.

Paman Khalid adalah Hisyam, panglima perang Bani Makhzum dalam perang Fijar. Wafatnya Hisyam tercatat dalam sejarah Arab, sebagaimana sejarah Arab mencatat berbagai peristiwa agung dan menggelegar lainnya. Bahkan pasar kota Mekkah tidak beroperasi selama tiga hari berturut-turut karena kesedihannya atas kepergian Hisyam.

Pamannya yang lain bernama al-Fakih bin al-Mughirah. Ia termasuk orang Arab yang paling mulia di masanya. Al-Fakih memiliki sebuah rumah yang diperuntukkan untuk menjamu para tamu. Para tamu diperkenankan tinggal di rumah tersebut tanpa harus meminta izin terlebih dahulu kepadanya.

Sedangkan ayahnya bernama al-Walid bin al-Mughirah. Ia orang terkaya di masanya.

Tumpukan emas dan perak dimilikinya. Demikian pula dengan kebun-kebun, harta-harta berharga dan perniagaan menjadi perbendaharaannya. Ditambah lagi dengan pembantu dan budak yang berada di bawah kekuasaannya. Semuanya itu menjadi miliknya yang tidak dimiliki oleh orang lain.

Ayah Khalid ini memberikan kain Ka’bah seorang diri selama setahun. Sedangkan pada tahun yang lain ditanggung oleh semua orang Quraisy. Oleh karena itu al-Walid mendapatkan julukan al-Walid (orang yang memberikan kain Ka’bah seorang diri). Ia juga bergelar dengan raihanah Quraisy (kesayangan orang-orang Quraisy).

Al-Walid bin al-Mughirah-lah yang disebutkan oleh Al-Qur’anul Karim dalam ayatnya,
“Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang telah Aku telah menciptakannya sendirian. Dan Aku jadikan baginya harta benda yang banyak. Dan anak-anak yang selalu bersamanya. Dan Kulapangkan baginya (rezeki dan kekuasaan) dengan selapang-lapangnya.” (Al-Muddatstsir : 11-14)

Dan karena sikap yang begitu dermawan yang dimiliki sang ayah ini, sampai-sampai ia dahuku senang sekali bila memasakkan untuk orang lain di Mina dalam rangka memberi makan kepada orang-orang yang menunaikan ibadah haji.

Sehingga ia menyangka bahwa dirinya adalah orang yang paling berhak untuk mendapat gelar kenabian dan mendapatkan wahyu Al-Qur’an. Dalam hal ini Allah mengisahkan,
“Dan mereka berkata: ‘Mengapa al-Quran ini tidak diturunkan kepada seorang pembesar  dari salah satu dua negeri (Mekkah dan Thaif) ini.’” (Az-Zukhruf : 31)

Maka di rumah yang begitu mulia, dermawan, kaya raya dan memiliki kedudukan serta kehormatan inilah Khalid bin al-Walid dilahirkan tiga puluh empat tahun sebelum hijrah.

* * * * *

Badannya tinggi, perawakannya jangkung, kepalanya besar. Kalau dipandang menunjukkan ketakutan dan kewibawaan. Kulitnya agak sedikiat ke arah warna putih. Ia sangat mirip dengan Umar bin al-Khaththab. Sampai-sampai kerap sekali penglihatan yang lemah tercampurkan antara kedua orang ini.

* * * * *

Ketika Rasulullah ﷺ menampakkan dan memperlihatkan dakwahnya secara terang-terangan, Khalid bin al-Walid masih seorang pemuda yang berada di masa pertumbuhan. Ia pun berlari menjauhi dakwah itu. Sebab, ia memandang adanya keyakinan baru dalam dakwah itu. Sebuah keyakinan yang bertentangan dan berlawanan dengan keyakinan yang dianut oleh keluarganya selama ini.

Ia juga melihat adanya kepemimpinan baru yang berhadapan dengan kepemimpinan serta kehormatan ayahnya. Alhasil, ia dan saudaranya yang bernama ‘Umrah bin al-Walid menentang dakwah itu.

* * * * *

Adapun ‘Umrah, ia terjun ke dalam perang Badr dalam barisan pasukan musyrikin, kemudian jatuh menjadi tawanan pasukan muslimin. Kisah yang  begitu panjang untuk menceritakan peristiwa penebusan dirinya karena kekayaannnya yang begitu melimpah dan kerasnya permusuhan dari keluarganya terhadap ajaran Islam.

Pihak yang menawan meminta tebusan sebesar empat ribu dirham. Sementara Nabi ﷺ berwasiat agar tidak menerima uang tebusan dari keluarga ‘Umrah bin al-Walid selain dengan baju besi milik ayahnya ditambah pedang dan penutup kepala yang juga terbuat dari besi.

Penawaran itu begitu lama. ‘Umrah masih saja keras kepala untuk memeluk agama Islam semantara ia menjadi tawanan pasukan muslimin. Ketika proses penebusan telah selesai kemudian ia kembali ke tengah-tengah keluarganya.

‘Umrah mengumumkan keislamannya dihadapan mereka, padahal mereka semua membenci perbuatan ini. Orang-orang musyrik sangat terheran-heran dengan polahnya.

“Kenapa kamu tidak masuk Islam saja sebalum ditebus?” tanya mereka kepada ‘Umrah.

“Aku tidak suka bila dikatakan bahwa aku masuk ke dalam Islam karena ketakutanku untuk menjadi tawanan,” jawabnya.

Adapun Khalid, ia masih berada di atas agamanya semula.

* * * * *

Kita persilahkan Khalid bin al-Walid untuk menceritakan sendiri kisah keislaman dirinya. Kata Khalid menuturkan:

Ketika Allah menghendaki adanya kebaikan pada diriku, Allah berikan rasa cinta kepada Islam di dalam sanubariku. Ia memberikan bimbingan kepadaku. Aku pun berkata,

“Aku telah melakukan berbagai peristiwa dan peperangan melawan Muhammad. Setiap kali aku selesai dari peperangan, aku merasa tidak mendapatkan apa-apa. Bahkan aku merasakan bahwa Muhammad pasti akan mendapat kemenangan.”

Khalid melanjutkan kisahnya.

Dalam kondisi seperti itu, saudaraku melayangkan sepucuk surat kepadaku. Ternyata dalam surat itu tertulis:

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Amma ba’du,

Sesungguhnya aku tidak melihat sesuatu yang lebih mengherankan bahwa engkau lari dan menjauh dari Islam. Padahal engkau adalah orang yang cerdik, pandai lagi cerdas. Sementara tak ada seorang pun yang tidak mengenal kebaikan dan kebenaran Islam.

Sungguh, suatu ketika Rasulullah ﷺ pernah bertanya kepadaku perihal dirimu, “Di manakah Khalid?”

Maka ku jawab, “Allah yang membawanya.”

Kemudian beliau berkata, “Orang sekelas Khalid bisa tidak tahu menahu kebaikan dan kebenaran Islam. Kalau seandainya ia menggunakan kekuatan dan kecerdikannya dalam berperang bersama pasukan muslimin, tentu hal tersebut lebih baik baginya dan pasti kami akan mendahulukan serta mengutamakannya atas yang lainnya.”

Ketahuilah wahai saudaraku, apa yang engkau telah luput darinya! Sungguh, engkau telah luput dari berbagai peristiwa kebaikan yang begitu banyak.

* * * * *

Bersambung ke bagian 2

Tidak ada komentar :

Posting Komentar