Sabtu, 19 April 2014

Perkataan Para Imam untuk Mengikuti Sunnah Nabi Bagian 4 (terakhir)


بسم الله الرحمن الرحيم
Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah

Adapun Imam Ahmad, beliau adalah imam yang paling banyak mengumpulkan hadits dan paling berpegang teguh kepada hadits, sampai-sampai “Beliau membenci menulis buku yang berisi masalah furu’ dan ra’yu.” Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnul Jauzi dalam al-Manaaqib (hal. 192).
Berikut adalah perkataan beliau:

Pertama

لَا تُقَلِّدْنِـيْ وَلَا تُقَلِّدْ مَـــالِكًا وَلَا الشَّافِـعِـيَّ وَلَا الْأَوْزَعِـيَّ وَلَا الثَّوْرِيَّ, وَخُذْ مِنْ حَـيْثُ أَخَذُوْا.
“Janganlah kalian bertaqlid kepadaku dan jangan pula kalian bertaqlid kepada Malik, asy-Syafi`i, al-Auza`i, dan ats-Tsauri. Ambilah dari mana mereka mengambil.”

Diriwayatkan dalam al-Filani (hal. 113) dan Ibnul Qayyim dalam I`laamul Muwaqqi`iin (II/302).

Kedua

لَا تُقَلِّدْ دِيْنَكَ أَحَدًا مِنْ هَؤُلَاءِ, مَا جَاءَ عَنِ النَّبِـيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابِهِ, ثُـمَّ التَّابِعِيْنِ بَعْدُالرَّجُلُ فِيْهِ مُـخَيَّرٌ. وَقَالَ مَرَّةً: (أَلْإِتِّبَاعُ أَنْ يَتَّبِعَ الرَّ جُلُ مَـا جَاءَ عَنِ النَّبِـيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَنْ أَصْحَابِهِ, ثُـمَّ هُوَ مِنْ بَعْدِ التَّابِعِيْنَ مُـخَيَّرٌ.
“Janganlah kalian bertaqlid dalam agama kalian kepada salah seorang di antara mereka (para imam). Ada pun yang datang dari Nabi shallallahu alaihi wasallam
dan para Sahabatnya, maka ambillah, kemudian pendapat para Tabi`in, setelah mereka boleh dipilih.” Pada suatu ketika beliau juga berkata: “Ittiba` adalah, seseorang mengikuti apa yang datang dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan para Sahabatnya, kemudian setelah pendapat para Tabi`in ia boleh memilih.”

Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Masaa-il al-Imam Ahmad (hal. 276, 277).

Ketiga

رَأْيُ الْأَوْزَاعِيِّ وَرَأْيُ مَالِكً وَرَأْيُ أَبِـيْ حَنِيْفَةَ كُلُّهُ رَأْيٌ, وَهُوَ عِنْدِيْ سَوَاءٌ, وَإِنَّـمَا الْـحُجَّةُ فِـيْ الْآثَارِ.
“Pendapat al-Auza`i, pendapat Malik, pendapat Abu Hanifah, semuanya hanya pendapat, bagi saya semuanya sama. Yang menjadi hujjah hanyalah atsar.”

Diriwayatkan oleh Ibnu `Abdil Barr dalam al-Jaami` (II/149).

Keempat

مَنْ رَدَّ حَدِيْثَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهُوَ عَلَى شَفَا هَلَكَةٍ.
“Barangsiapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, maka ia berada pada jurang kehancuran.”

Ibnul Jauzi (hal. 182)

Demikianlah perkataan mereka (semoga Allah meridhai mereka) dalam masalah berpegang teguh kepada hadits, dan larangan bertaqlid kepada mereka tanpa ilmu. Ini adalah perkara yang sudah jelas yang tidak bisa dipungkiri dan ditakwil lagi. Oleh karena itu, barangsiapa yang berpegang teguh pada setiap keterangan yang shahih dari Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, walaupun menyelisihi sebagian dari pendapat para imam, maka ia tidaklah dikatakan meninggalkan madzhabnya dan tidak juga keluar dari jalan mereka, bahkan ia telah mengikuti mereka semua, dan berpegang teguh dengan buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Orang yang meninggalkan Sunnah yang shahih hanya karena Sunnah itu menyelisihi pendapat mereka tidak  tidaklah demikian keadaannya, bahkan dengan perbuatan tersebut, mereka telah durhaka kepada para imam, dan mereka telah menyelisihi perkataan mereka di atas.

Allah ta`ala berfirman:

فَلَا وَرَبِّكَ لَايُؤْمِنُونَ حَتَّى يُـحَكِّمُوكَ فِيْمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُـمَّ لَا يَـجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّـمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا.
“Maka demi Rabb-mu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dala hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisaa` : 65)

Allah ta`ala juga berfirman:

فَلْيَحْذَرِ الَّذِيْنَ يُـخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ.
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.” (QS. An-Nuur : 63)

Berkata al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah yang beliau nukil dalam ta`liq kitab Iiqaazhul Himam (hal. 93) : “Wajib hukumnya bagi orang yang telah sampai kepadanya perintah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan mengetahuinya, untuk menjelaskan kepada umat, menasehati mereka, dan memerintahkan mereka untuk mengikuti perintah beliau, walaupun perintah tersebut menyelisihi pendapat tokoh terkemuka dalam umat, karena perintah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam lebih berhak untuk diutamakan dan diikuti daripada pendapat tokoh terkemuka manapun yang menyelisihi perintah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam beberapa hal karena kesalahan yang tidak disengaja. Oleh karena itu para Sahabat dan orang-orang setelah mereka membantah setiap orang yang menyelisihi Sunnah yang shahih, terkadang mereka membantahnya dengan keras, bukan karena benci terhadap orang yang dibantah, bahkan orang yang dibantah tersebut merupakan orang yang mereka cintai dan mereka muliakan. Namun Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah lebih mereka cintai, dan perintah beliau di atas perintah semua mahluk. Apabila perintah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berlawanan dengan perintah orang selain beliau, maka perintah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah lebih berhak untuk diutamakan dan diikuti. Hal ini tidak menghalangi seseorang untuk memuliakan orang yang menyelisihi perintah beliau tersebut, meskipun orang tersebut adalah orang yang diampuni. Bahkan orang yang menyelisihi, namun diampuni tersebut, tidak akan benci jika perintahnya tidak ditaati, apabila nampak bahwa perintah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyelisihi perintahnya.”
Orang yang diampuni bahkan dia mendapat pahala sebagaimana sabda Rasullah shallallahu alaihi wasallam:

إِذَا حَكَمَ الْـحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ, فَأَصَابَ؛ فَلَهُ أَخْرَانِ, وَإِذَاحَكَمَ فَاجْتَهَدَ, فَأَخْطَأَ؛ فَلَهُ أجْرٌ وَاحِدٌ.
“Apabila seorang hakim berijtihad kemudian benar, maka ia mendapat dua pahala. Dan apabila ia berijtihad kemudian salah, maka baginya satu pahala.”
Diriwayatkan oleh asy-Syaikhan (Shahiih al-Bukhari dan Shahiih Muslim) dan selain keduanya.

____________________

Keseluruhan tulisan diambil dari kitab Sifat Shalat Nabi shallallahu alaihi wasallam, penerbit Pustaka Ibnu Katsir, cetakan ke delapan.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar