1. Berilmu
2. Beramal dengan ilmu
3. Berdakwah
4. Bersabar dalam menuntut ilmu, beramal, dan berdakwah
Yang menjadi dalil atau landasan tentang 4 kewajiban tersebut adalah :
“Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat
menasehati supaya menetapi kesabaran.” [QS Al
`Ashr : 1-3]
Penjelasan Ayat :
Firman Allah ta`ala :
Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian
Ayat tersebut
menunjukkan bahwa seluruh manusia akan merugi, kecuali empat golongan yang
Allah kecualikan, yaitu orang yang beriman, melaksanakan amal shalih, saling
memberi nasehat dalam kebaikan, dan saling menasehati dalam kesabaran. Tidaklah
disebut orang yang merugi kecuali orang yang meninggalkan kewajiban. Sehingga wajib
hukumnya seseorang menjadi orang yang beriman, melaksanakan amal shalih, saling
memberi nasehat dalam kebaikan, dan saling menasehati dalam kesabaran agar dia
tidak termasuk orang yang merugi.
Firman Allah ta`ala
:
Kecuali orang-orang
yang beriman
Ayat tersebut
menunjukkan tentang kewajiban berilmu. Sisi pendalilannya bisa ditinjau dari
dua sisi :
Pertama : Seseorang tidak mungkin
beriman dengan benar tanpa didasari oleh ilmu.
Kedua : Iman adalah keyakinan,
perkataan dan perbuatan. Keyakinan di
sini maksudnya adalah ilmu[1].
Firman Allah ta`ala
:
yang melaksanakan
amal shalih
Ayat tersebut
menunjukkan tentang kewajiban beramal shalih.
Firman Allah ta`ala
:
saling menasehati
dalam kebaikan
Ayat tersebut
menunjukkan tentang kewajiban berdakwah (menasehati dalam kebaikan).
Firman Allah ta`ala
:
saling menasehati
dalam kesabaran
Ayat tersebut
menunjukkan tentang kewajiban bersabar.
Makna
Surat
Tentang makna
surat ini, Syaikh As-Sa`di rahimahullah menjelaskan :
Allah subhanahu
wa ta`ala bersumpah dengan masa, yang merupakan waktu siang dan malam,
waktu yang digunakan hamba untuk beramal. Allah bersumpah bahwa seluruh manusia
adalah orang yang rugi, yakni kebalikan dari orang yang selamat dan beruntung.
Kondisi orang
yang rugi berbeda-beda tingkatannya. Terkadang seseorang bisa rugi sama sekali,
seperti keadaan orang yang rugi dunia dan akhiratnya, kehilangan kebahagiaan
dan mendapat siksa neraka. Terkadang seseorang hanya rugi dalam sebagian
keadaan saja. Oleh karena itu Allah menyebutkan semua manusia berada dalam
kerugian, kecuali empat golongan :
- Orang yang beriman kepada Allah dan perintah-perintany-Nya. Sementara seseorang tidak bisa beriman tanpa ilmu, karena iman tidak sempurna tanpa adanya ilmu.
- Orang yang beramal shalih. Hal ini mencakup seluruh kebaikan, baik amalan dhahir maupun batin, baik terkait dengan hak Allah maupun hak mahluk-Nya baik perkara wajib maupun sunnah.
- Orang yang berwasiat dalam kebenaran, yakni dalam perkara ilmu dan amal shalih. Maksudnya adalah orang yang saling mewasiatkan satu sama lain dalam hal ilmu dan amal shalih, serta saling memotivasi dan mendukung dalam melaksanakannya.
- Orang yang saling berwasiat dalam kesabaran. Baik sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar dalam meninggalkan kemaksiatan, maupun sabar dalam menghadapi takdir Allah.
Dengan
memiliki dua sifat yang pertama (beriman dan beramal shalih) seorang hamba
menyempurnakan dirinya sendiri. Sementara dengan memiliki dua sifat yang
terakhir (berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran) seorang hamba bisa
menyempurnakan orang lain. Dengan mengumpulkan dan menyempurnakan keempat sifat
di atas, seseorang akan selamat dari kerugian serta mendapatkan keberuntungan
yang besar[2].
2. Perkataan
Imam Asy-Syafi`i rahimahullah
Imam Syafi`i rahimahullah
mengatakan :
“Seandainya
Allah tidak memberikan penjelasan kepada mahluk (manusia) kecuali dengan surat
ini saja, niscaya sudah mencukupi bagi mereka.”[3]
Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-`Utsaimin rahimahullah menjelaskan maksud dari
perkataan Imam Syafi`i yaitu bahwa surat ini cukup bagi manusia untuk mendorong
mereka berpegang teguh pada keimanan, amal shalih, dakwah ilallah, dan
bersabar. Yang beliau maksudkan bukanlah bahwa surat ini cukup bagi manusia untuk menjelaskan seluruh syairat
Islam. Surat ini cukup bagi manusia karena jika seseorang memiliki akal dan
pikiran, kemudian mendengar atau membaca surat ini pasti berusaha menyelamatkan
dirinya dari kerugian, dengan berusaha memikirkan empat sifat ini, yaitu iman,
amal shalih, saling berwasiat dalam kebenaran, dan saling berwasiat dalam
kesabaran[4].
3. Perkataan
Imam Bukhari rahimahullah
Imam Bukhari rahimahullah
mengatakan :
“Bab : Ilmu
Sebelum Perkataan dan Perbuatan.” Dalilnya adalah firman Allah ta`ala : “Maka
ketahuilah (ilmuilah), bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan yang haq selain
Allah dan mohon ampunlah bagi dosamu.” [QS Muhammad : 19].
Perkataan
Imam Bukhari ini menunjukkan bahwa kewajiban berilmu harus didahulukan dari
pada kewajiban yang lainnya.
Imam Al-`Aini
rahimahullah berkata ketika menjelaskan perkataan Imam Bukhari rahimahullah
ini :
“Dalam bab
ini terdapat penjelasan bahwa ilmu itu didahulukan dari perkataan dan
perbuatan. Sesuatu harus diketahui terlebih dahulu baru kemudian diucapkan atau
diamalkan. Dengan demikian ilmu harus ada lebih dahulu sebelum perkataan dan
perbuatan. Ilmu juga lebih didahulukan karena keutamaannya, karena ilmu
merupakan amalan hati, sementara hati adalah anggota badan yang paling mulia[5].”
Penjelasan di
atas menunjukkan bahwa ilmu didahulukan karena dua sebab :
- Ilmu harus didahulukan secara zatnya, artinya harus ada terlebih dahulu sebelum perkataan dan perbuatan.
- Ilmu harus didahulukan karena kemuliaannya, karena ilmu merupakan amalan hati, sedangkan hati adalah anggota badan yang paling mulia.
Ibnu Munayyir
rahimahullah mengatakan :
“Maksudnya
bahwa ilmu merupakan syarat sahnya suatu perkataan dan perbuatan. Perkataan dan
perbuatan tidak teranggap kecuali jika didasari ilmu. Maka ilmu harus lebih
didahulukan daripada keduanya karena ilmu yang akan membenarkan suatu niat dan
niat yang akan membenarkan suatu amalan[6].”
Imam Bukhari rahimahullah
berdalil dengan firman Allah ta`ala :
“Maka
ketahuilah (ilmuilah), bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan yang haq selain
Allah dan mohon ampunlah bagi dosamu.” [QS Muhammad : 19]
Dalam ayat
ini Allah memerintahkan untuk berilmu terlebih dahulu sebelum beramal (ber-istighfar).
Ini menunjukkan bahwa ilmu harus lebih didahulukan sebelum awal.
Referensi :
Sebagian
besar isi blog ini dinukil dari kitab Jawaban 3 Pertanyaan Kubur.
Penerbit Pustaka Muslim. Cetakan Pertama.
[1]
Lihat Syarh Tsalatsatil Ushul li Syaikh Shalih Alu Syaikh
[2]
Tafsir Al-Karim Ar-Rahman, tafsir surat Al-`Ashr
[3]
Perkataan ini adalah perkataan yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad At-Tamimi
dalam kitabnya Ushul Tsalatsah namun merupakan penyebutan secara makna.
Adapun perkataan Imam Syafi`i yang sebenarnya adalah :
“Seandainya seluruh
manusia mau memikirkan tentang surat ini maka sudah cukup bagi mereka.” Lihat
Taisirul Wushul ilaa Nailil Ma`mul bi Syarhi Tsalatsatil Ushul 17
[4]
Lihat Syarh Al-Ushul Ats-Tsalatsah li Syaikh Ibnu `Utsaimin 20-21
[5]
`Umdatul Qari II/476
[6]
Fathul Bari I/108
Tidak ada komentar :
Posting Komentar