Minggu, 09 Februari 2014

Dalil Tentang 4 Kewajiban Seorang Muslim



بسم الله الرحمن الرحيم 

Sesungguhnya setiap orang yang menisbatkan dirinya pada Islam atau mengakui dirinya adalah seorang muslim maka wajib baginya 4 (empat) hal :
1. Berilmu
2. Beramal dengan ilmu
3. Berdakwah
4. Bersabar dalam menuntut ilmu, beramal, dan berdakwah

Yang menjadi dalil atau landasan tentang 4 kewajiban tersebut adalah :

1. Firman Allah ta`ala :



“Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.[QS Al `Ashr : 1-3]

Penjelasan Ayat :
Firman Allah ta`ala :


Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian

Ayat tersebut menunjukkan bahwa seluruh manusia akan merugi, kecuali empat golongan yang Allah kecualikan, yaitu orang yang beriman, melaksanakan amal shalih, saling memberi nasehat dalam kebaikan, dan saling menasehati dalam kesabaran. Tidaklah disebut orang yang merugi kecuali orang yang meninggalkan kewajiban. Sehingga wajib hukumnya seseorang menjadi orang yang beriman, melaksanakan amal shalih, saling memberi nasehat dalam kebaikan, dan saling menasehati dalam kesabaran agar dia tidak termasuk orang yang merugi.

Firman Allah ta`ala :


Kecuali orang-orang yang beriman

Ayat tersebut menunjukkan tentang kewajiban berilmu. Sisi pendalilannya bisa ditinjau dari dua sisi :
Pertama : Seseorang tidak mungkin beriman dengan benar tanpa didasari oleh ilmu.
Kedua : Iman adalah keyakinan, perkataan dan perbuatan. Keyakinan  di sini maksudnya adalah ilmu[1].

Firman Allah ta`ala :


yang melaksanakan amal shalih

Ayat tersebut menunjukkan tentang kewajiban beramal shalih.

Firman Allah ta`ala :


saling menasehati dalam kebaikan

Ayat tersebut menunjukkan tentang kewajiban berdakwah (menasehati dalam kebaikan).

Firman Allah ta`ala :


saling menasehati dalam kesabaran

Ayat tersebut menunjukkan tentang kewajiban bersabar.

Makna Surat
Tentang makna surat ini, Syaikh As-Sa`di rahimahullah menjelaskan :
Allah subhanahu wa ta`ala bersumpah dengan masa, yang merupakan waktu siang dan malam, waktu yang digunakan hamba untuk beramal. Allah bersumpah bahwa seluruh manusia adalah orang yang rugi, yakni kebalikan dari orang yang selamat dan beruntung.

Kondisi orang yang rugi berbeda-beda tingkatannya. Terkadang seseorang bisa rugi sama sekali, seperti keadaan orang yang rugi dunia dan akhiratnya, kehilangan kebahagiaan dan mendapat siksa neraka. Terkadang seseorang hanya rugi dalam sebagian keadaan saja. Oleh karena itu Allah menyebutkan semua manusia berada dalam kerugian, kecuali empat golongan :
  1. Orang yang beriman kepada Allah dan perintah-perintany-Nya. Sementara seseorang tidak bisa beriman tanpa ilmu, karena iman tidak sempurna tanpa adanya ilmu.
  2. Orang yang beramal shalih. Hal ini mencakup seluruh kebaikan, baik amalan dhahir maupun batin, baik terkait dengan hak Allah maupun hak mahluk-Nya baik perkara wajib maupun sunnah.
  3. Orang yang berwasiat dalam kebenaran, yakni dalam perkara ilmu dan amal shalih. Maksudnya adalah orang yang saling mewasiatkan satu sama lain dalam hal ilmu dan amal shalih, serta saling memotivasi dan mendukung dalam melaksanakannya.
  4. Orang yang saling berwasiat dalam kesabaran. Baik sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar dalam meninggalkan kemaksiatan, maupun sabar dalam menghadapi takdir Allah.


Dengan memiliki dua sifat yang pertama (beriman dan beramal shalih) seorang hamba menyempurnakan dirinya sendiri. Sementara dengan memiliki dua sifat yang terakhir (berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran) seorang hamba bisa menyempurnakan orang lain. Dengan mengumpulkan dan menyempurnakan keempat sifat di atas, seseorang akan selamat dari kerugian serta mendapatkan keberuntungan yang besar[2].

2. Perkataan Imam Asy-Syafi`i rahimahullah
Imam Syafi`i rahimahullah mengatakan :
“Seandainya Allah tidak memberikan penjelasan kepada mahluk (manusia) kecuali dengan surat ini saja, niscaya sudah mencukupi bagi mereka.”[3]

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-`Utsaimin rahimahullah menjelaskan maksud dari perkataan Imam Syafi`i yaitu bahwa surat ini cukup bagi manusia untuk mendorong mereka berpegang teguh pada keimanan, amal shalih, dakwah ilallah, dan bersabar. Yang beliau maksudkan bukanlah bahwa surat ini cukup  bagi manusia untuk menjelaskan seluruh syairat Islam. Surat ini cukup bagi manusia karena jika seseorang memiliki akal dan pikiran, kemudian mendengar atau membaca surat ini pasti berusaha menyelamatkan dirinya dari kerugian, dengan berusaha memikirkan empat sifat ini, yaitu iman, amal shalih, saling berwasiat dalam kebenaran, dan saling berwasiat dalam kesabaran[4].

3. Perkataan Imam Bukhari rahimahullah
Imam Bukhari rahimahullah mengatakan :
“Bab : Ilmu Sebelum Perkataan dan Perbuatan.” Dalilnya adalah firman Allah ta`ala : “Maka ketahuilah (ilmuilah), bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan yang haq selain Allah dan mohon ampunlah bagi dosamu.” [QS Muhammad : 19].

Perkataan Imam Bukhari ini menunjukkan bahwa kewajiban berilmu harus didahulukan dari pada kewajiban yang lainnya.

Imam Al-`Aini rahimahullah berkata ketika menjelaskan perkataan Imam Bukhari rahimahullah ini :
“Dalam bab ini terdapat penjelasan bahwa ilmu itu didahulukan dari perkataan dan perbuatan. Sesuatu harus diketahui terlebih dahulu baru kemudian diucapkan atau diamalkan. Dengan demikian ilmu harus ada lebih dahulu sebelum perkataan dan perbuatan. Ilmu juga lebih didahulukan karena keutamaannya, karena ilmu merupakan amalan hati, sementara hati adalah anggota badan yang paling mulia[5].”

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa ilmu didahulukan karena dua sebab :
  1. Ilmu harus didahulukan secara zatnya, artinya harus ada terlebih dahulu sebelum perkataan dan perbuatan.
  2. Ilmu harus didahulukan karena kemuliaannya, karena ilmu merupakan amalan hati, sedangkan hati adalah anggota badan yang paling mulia.


Ibnu Munayyir rahimahullah mengatakan :
“Maksudnya bahwa ilmu merupakan syarat sahnya suatu perkataan dan perbuatan. Perkataan dan perbuatan tidak teranggap kecuali jika didasari ilmu. Maka ilmu harus lebih didahulukan daripada keduanya karena ilmu yang akan membenarkan suatu niat dan niat yang akan membenarkan suatu amalan[6].”

Imam Bukhari rahimahullah berdalil dengan firman Allah ta`ala :

“Maka ketahuilah (ilmuilah), bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan yang haq selain Allah dan mohon ampunlah bagi dosamu.” [QS Muhammad : 19]

Dalam ayat ini Allah memerintahkan untuk berilmu terlebih dahulu sebelum beramal (ber-istighfar). Ini menunjukkan bahwa ilmu harus lebih didahulukan sebelum awal.

Referensi :
Sebagian besar isi blog ini dinukil dari kitab Jawaban 3 Pertanyaan Kubur. Penerbit Pustaka Muslim. Cetakan Pertama.





[1] Lihat Syarh Tsalatsatil Ushul li Syaikh Shalih Alu Syaikh
[2] Tafsir Al-Karim Ar-Rahman, tafsir surat Al-`Ashr
[3] Perkataan ini adalah perkataan yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad At-Tamimi dalam kitabnya Ushul Tsalatsah namun merupakan penyebutan secara makna. Adapun perkataan Imam Syafi`i yang sebenarnya adalah :
“Seandainya seluruh manusia mau memikirkan tentang surat ini maka sudah cukup bagi mereka.” Lihat Taisirul Wushul ilaa Nailil Ma`mul bi Syarhi Tsalatsatil Ushul 17
[4] Lihat Syarh Al-Ushul Ats-Tsalatsah li Syaikh Ibnu `Utsaimin 20-21
[5] `Umdatul Qari II/476
[6] Fathul Bari I/108

Tidak ada komentar :

Posting Komentar