Kamis, 07 Mei 2015

Kisah Sahabat Al Barra' bin Malik Al Anshariy Bagian 2

Sesungguhnya Allah menghancurkan musuh-musuh para nabi terdahulu atas doa mustajab mereka. Dan setiap nabi memiliki satu doa mustajab yang akan dikabulkan oleh Allah ﷻ . Tapi, musuh nabi Muhammad ﷺ tidaklah dihancurkan oleh Allah  karena doa mustajab beliau, sebab nabi Muhammad ﷺ menyimpan doa mustajab tersebut untuk umatnya di hari kiamat nanti. Allah  menghancurkan musuh Rasulullah Muhammad  (yang tentunya musuh Allah juga) dengan pedang-pedang umatnya, yakni orang-orang shalih dari kalangan kaum muslimin.


* * * * *


Genderang perang kembali ditabuh. Kedua pasukan muali beradu kekauatan. Perang memakan korban teramat besar. Belum pernah kaum muslimin melakukan peperangan sedahsyat ini sebelumnya. Memang pasukan Musailamah ibarat gunung
tegak yang menjulang. Ia dan pasukannya terus berperang tak peduli dengan banyaknya korban yang berjatuhan dari pihak mereka. Sebaliknya, pasukan muslimin pun memperlihatkan jiwa-jiwa kepahlawanan mereka. Kalau seandainya dikumpulkan, tentu akan terangkai menjadi sebuah kisah yang amat sangat menakjubkan.

Tsabit bin Qais, pembawa panji Anshar. Ia mengambil kain kafan, kemudian menggali tanah sedalam setengah betis. Ia tegak berdiri di atas lubang tersebut mempertahankan panji peperangan hingga akhirnya jatuh tersungkur, gugur sebagai seorang syahid.

Zaid bin Al Khaththab saudara 'Umar, memanggil kaum muslimin.

"Wahai pasukan muslimin, gigitlah geraham kalian. Tebaslah musuh-musuh kalian. Terus dan majulah tanpa kenal takut. Wahai tentara Allah, demi Allah, aku tidak akan berbicara setelah ini selama-lamanya sampai Musailamah dikalahkan atau aku mati berjumpa dengan Allah. Lalu aku sampaikan alasanku kepada-Nya."

Kemudian Zaid maju berperang dan menerjang sampai akhirnya ia gugur sebagai seorang syahid.

Lagi, Salim mantan hamba sahaya Abu Hudzaifah (Salim Maula Abi Hudzaifah) -pembawa panji orang-orang Muhajirin-. Kaumnya khawatir ia akan goyah dan goncang dalam mempertahankan panjinya. Mereka berkata kepada Salim, "Kami takut diserang melalui dirimu."

Maka Salim menjawab,

"Jika kalian kalah gara-gara aku, maka aku ini adalah seburuk-buruk penghafal Al Qur'an."

Lalu ia maju dan bertempur melawan musuh dengan gagah berani, sampai predikat syahid ia raih.

Puncak kepahlawanan mereka semua tampak pada kepahlawanan Al Barra' bin Malik.

Khalid melihat bahwa peperangan semakin sengit dan mencapai puncaknya. Ia menoleh ke arah Al Barra' bin Malik. "Majulah, wahai pemudah Anshar!" kata Khalid.

Lalu sambil memandang ke arah kaumnya, Al Barra' berteriak,

"Wahai orang-orang Anshar! Jangan ada salah seorang dari kalian yang berfikir untuk kembali ke Madinah! Tak ada Madinah bagi kalian setelah hari ini! Yang ada hanyalah Allah semata! Kemudian syurga!"

Ia pun melangkah maju dan mulai menyerang pasukan musuh. Kaumnya mengikuti dari belakang. Ia menerjang barisan musuh, membelahnya sambil menebaskan dan menggoyangkan serta memainkan pedangnya ke leher musuh-musuh Allah ﷻ . Bumi yang dipijak Musailamah akhirnya goncang.  Mereka pun mundur ke dalam sebuah benteng. Mereka berlindung ke dalam benteng tersebut. Akhirnya benteng tersebut dikenal sebagai benteng kematian. Sejarah mencatatnya sebagai benteng kematian karena banyaknya korban yang terbunuh di dalamnya.

* * * * *

Benteng kematian ini sangatlah luas. Dindingnya tinggi, Musailamah dengan ribuan pasukannya masuk ke dalam benteng ini kemudian mengunci pintunya dari dalam. Dengan ketinggian benteng itu mereka melindungi diri-diri mereka. Selanjutnya mereka menghujani kaum muslimin dengan anak panah. Anak panah-anak panah itu ibarat hujan yang turun dari langit.

Pada saat itulah, pahlawan pemberani dari pasukan muslimin Al Barra' bin Malik tampil ke depan. Ia berkata:

"Wahai pasukan muslimin, letakkan aku di sebuah tameng! Lalu ikatlah tameng tersebut di ujung tombak! Kemudian lemparkan aku dalam benteng dekat pintu gerbang! Kalau aku tidak mati pasti aku akan buka pintu benteng itu untuk kalian!"

Dalam sekejap mata Al Barra' sudah duduk di sebuah tameng, badannya kurus lagi kerempeng. Puluhan tombak mengangkatnya dan siap melemparkannya ke dalam benteng kematian di tengah-tengah ribuan pasukan Musailamah. Al Barra' turun di antara ribuan pasukan musuh laksanan halilintar. Dengan tangannya sendiri ia meladeni mereka. Dengan pedangnya ia berhasil menyudahi sepuluh perlawanan sengit pasukan musuh hingga akhirnya ia berhasil mencapai pintu benteng walaupun ia tebus semua itu dengan delapan puluh lebih luka di tubuhnya akibat tusukan anak panah atau sabetan pedang.

Pasukan musliminpun berhamburan memasuki benteng kematian. Mereka masuk melalui pintu dan dinding-dinding. Pedang-pedang mereka sabetkan, mereka tebaskan tepat di leher orang-orang murtad. Sekitar 20.000 musuh berhasil mereka sikat. Mereka akhirnya sampai di tempat Musailamah al Kadzdzab dan mereka berhasil mengalahkannya dengan cepat.

Al Barra' dibawa ke tendanya untuk dirawat dan diobati. Khalid bin Al Walid menyempatkan diri tinggal di bumi Yamamah guna mengobati luka-luka Al Barra'. Allah  pun melalui kedua tangan Khalid memenangkan pertempuran ini. Al Barra' pun sembuh dari luka-luka yang ia derita.

Al Barra' terus mencari gelar syahid yang saat itu menjauh dari bumi Yamamah. Peperangan demi peperangan, pertempuran demi pertempuran ia ikuti dalam rangka menggapai impiannya. Kerinduan yang sangat untuk bisa berjumpa dengan nabi yang mulia ﷺ .

Tibalah saat penaklukan kota Tustar di negeri Persia. Orang-orang Persia bersembunyi di salah satu bentengnya yang tinggi. Pasukan muslimin mengepungnya dari segala penjuru layaknya gelang yang melingkari lengan pemakainya. Pengepungan berlangsung lama. Orang-orang Persia merasakan beratnya pengepungan itu. Pasukan Persia menurunkan rantai-rantai dari atas benteng. Di setiap ujung rantai dipasang kail dan kait yang membara dan panas bukan main setelah dibakar dengan api. Kail itu akan menyambar orang yang berusaha naik ke atas benteng. Begitu terkena kait ini badannya akan terbakar, dagingnya akan meleleh dan melepuh. Hingga akhirnya ia jatuh dan mati.

Salah satu pengait itu mengenai Anas bin Malik, saudara Al Barra' bin Malik. Al Barra' langsung memanjat dinding benteng. Ia berusaha memegang rantai besi yang menyambar Anas dan berusaha melepaskan saudaranya itu. Namun, tangan Al Barra' terbakar dan mengeluarkan asap. Ia tak peduli. Anas pun berhasil ia selamatkan. Al Barra' turun ke tanah setelah tangannya hanya tinggal tulang belulang tanpa daging.

Dalam perang ini, Al Barra' bin Malik Al Anshariy berdoa kepada Allah ﷻ agar menganugerahkan gelar syahid kepadanya. Doanya terkabul. Ia gugur sebagai syahid dan bangga bisa bertemu dengan Allah ﷻ .

Semoga Allah ﷻ menjadikan wajah Al Barra' berseri-seri di syurga-Nya kelak. Yang membuatnya tenang karena bisa menyusun nabi Muhammad .

Semoga Allah ﷻ meridhainya dan menjadikannya ridha.

* * * * *

Dikutip dari buku Sirah Sahabat karya Dr. Abdurrahman Ra'fat Basya

Tidak ada komentar :

Posting Komentar