Minggu, 26 Januari 2014

Mengenal Tauhid Asma` dan Sifat


بسم الله الرحمن الرحيم

Tauhid asma` dan sifat artinya pengesaan Allah Azza Wa Jalla dengan asma` dan sifat yang dimiliki-Nya. Hal ini mencakup dua hal :


1. Penetapan
Artinya kita harus menetapkan seluruh asma` dan sifat bagi Allah, sebagaimana
yang Dia tetapkan bagi Diri-Nya dalam Kitab-Nya atau sunnah Nabi-Nya Shallallahu alaihi wasallam.


2. Penafian Permisalan
Yaitu kita tidak menjadikan sesuatu yang semisal dengan Allah dalam asma` dan sifat-Nya sebagaimana firman-Nya :


(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat. [Asy-Syura :11]

Setiap muslim wajib meyakini bahwa Allah ta`ala memiliki nama-nama dan sifat-sifat. Nama-nama dan sifat-sifat Allah ta`ala yang wajib diyakini adalah nama-nama dan sifat-sifat yang telah dijelaskan oleh Allah ta`ala sendiri di dalam Al-Qur`an dan yang telah dijelaskan oleh Rasullah shallallahu alaihi wasallam dalam hadits-hadits yang shahih dengan tanpa ditolak, diselewengkan, tanpa ditanya bagaimananya dan tanpa diserupakan dengan mahluk-Nya.

Contoh : Meyakini salah satu sifat Allah ta`ala adalah memiliki tangan.

Allah ta`ala berfirman :

Allah berfirman: "Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?". [Shaad 38:75]

Tidak boleh kita tolak adanya sifat Allah azza wa jalla memiliki tangan, tidak boleh pula diselewengkan dengan mengatakan bahwa “Yang dimaksud dengan ‘tangan Allah’ adalah kekuasaan Allah.”, tidak boleh pula menanyakan dan membagaimanakan tangan Allah ta`ala. Setiap gambaran yang terbayang oleh akal manusia tentang tangan Allah adalah salah, karena tidak pernah dikhabarkan oleh Allah ta`ala dalam Kitab-Nya serta tidak pernah pula dikhabarkan melalui utusan-Nya shallallahu alaihi wasallam.


Dalam masalah ini metode yang benar ialah meyakini dan membenarkan secara sempurna dan tanpa keraguan sedikitpun terhadap nama-nama dan sifat-sifat Allah yang telah ditetapkan oleh-Nya, baik yang ada di dalam al-Quran maupun as-Sunnah, dengan tanpa mengubah, meniadakan, menyerupakan, dan mengilustrasikan hakikat keadaan nama-nama dan sifat-sifat Allah tersebut.
Mengubah nama-nama atau sifat-sifat Allah yaitu menggantinya dengan bentuk lain. Terdapat dua bentuk pengubahan berkenaan nama-nama atau sifat-sifat Allah:
1. Mengubah secara lafadz, yaitu menambah atau mengurangi huruf atau mengubah harokat yang ada pada lafadz-lafadz yang berkenaan dengan nama-nama dan sifat-sifat Allah ta’ala. Seperti menambah huruf ‘lam’ pada lafadz ‘istawa’ yang terdapat di dalam al-Quran surat Thahaa ayat 20, sehingga lafadz itu menjadi ‘istaula’
2. Mengubah secara makna. Yaitu menafsirkan lafadz-lafadz yang berkenaan dengan nama-nama dan sifat-sifat Allah secara tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Seperti menafsirkan kata ‘al-yadu’ bagi Allah ‘azza wa jalla yang maknanya adalah tangan, menjadi ‘al-quwwah’ (kekuatan) atau ‘an-ni’mah’(anugerah).
Meniadakan nama-nama atau sifat-sifat Allah yaitu menafikan sifat-sifat Allah atau tidak meyakini keberadaan sifat-sifat tersebut. Seperti orang yang mengatakan “Allah tidak mendengar atau melihat” atau yang semisalnya.
Menyerupakan nama-nama atau sifat-sifat Allah yaitu menyerupakan nama-nama atau sifat-sifat tersebut dengan makhluk. Seperti orang yang mengatakan “Allah mempunyai pendengaran seperti pendengaran kita”, atau “Allah punya wajah seperti wajah kita” dan yang semisalnya.
Mengilustrasikan hakikat keadaan nama-nama atau sifat-sifat Allah yaitu membayangkan sifat-sifat itu dengan bentuk-bentuk tertentu. Seperti mengilustrasikan bahwa tangan Allah keadaannya adalah demikian dan demikian, atau Allah berada di atas ‘Arsy-Nya dengan keadaan begini dan begitu, dan yang semisalnya. Sungguh perkara ini adalah batil, karena tidak ada yang mengetahui bagaimana keadaan sifat-sifat Allah kecuali Allah sendiri. Seluruh makhluk sama sekali tidak ada yang mengetahui hal itu. Mereka tidak mampu untuk mencapainya.
___________________
Referensi :
2. Modul Aqidah Jilid 1 oleh Abu 'Umamah Abdurrohim bin Abdul Qohar Al Atsary

Tidak ada komentar :

Posting Komentar